Radiography secara
Konvensional
Pemeriksaan
konvensional tanpa kontras, yaitu pemeriksaan sederhana menggunakan sinar Roentgen
(sinar X) dengan berbagai posisi pemeriksaan. Pemeriksaan ini dilakukan pada
berbagai organ tubuh, antara lain jantung dan paru (toraks) serta tulang-tulang
pada seluruh bagian tubuh. Pemeriksaan konvensional dengan kontras, yaitu
pemeriksaan sederhana menggunakan sinar Roentgen (sinar X) disertai dengan
penggunaan obat kontras yang dapat membantu memperlihatkan kelainan yang ada,
sehingga mempertajam diagnosis. Misalnya pemeriksaan saluran cerna (barium meal
& enema), saluran kemih (urografi intravena, sistografi), organ kandungan
(histerosalpingografi), saluran kelenjar liur (sialografi), pembuluh darah
(angiografi/venografi), saluran getah bening (limfografi), sumsum tulang
belakang (myelografi), dan lain sebagainya.
Setelah film mendapat
penyinaran dengan sinar-X, langkah selanjutnya adalah film tersebut harus
diolah atau diproses di dalam kamar gelap agar diperoleh gambaran radiografi
yang permanen dan tampak. Tahapan pengolahan film secara utuh terdiri dari :
Film - Developing -
Rinsing - Fixing - Washing - Drying
1. Pembangkitan
(developing)
a. Sifat dasar
Developing merupakan
tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap ini perubahan terjadi sebagai
hasil dari penyinaran. Dan yang disebut developing adalah perubahan butir-butir
perak halida di dalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak
metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Sementara
butiran perak halida yang tidak mendapat penyinaran tidak akan terjadi
perubahan. Perubahan menjadi perak metalik ini berperan dalam penghitaman
bagian-bagian yang terkena cahaya sinar-X sesuai dengan intensitas cahaya yang
diterima oleh film. Sedangkan yang tidak mendapat penyinaran akan tetap bening.
Dari perubahan butiran perak halida inilah akan terbentuk bayangan laten pada
film.
b. Bayangan laten
(latent image)
Emulsi film radiografi
terdiri dari ion perak positif dan ion bromida negative (AgBr) yang tersusun
bersama di dalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film mendapatkan
eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion bromide yang
menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron ini akan bergerak dengan
cepat kemudian akan tersimpan di dalam bintik kepekaan (sensitivity speck)
sehingga bermuatan negatif. Kemudian bintik kepekaan ini akan menarik ion perak
positif yang bergerak bebas untuk masuk ke dalamnya lalu menetralkan ion perak
positif menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik. Maka terjadilah
bayangan laten yang gambarannya bersifat tidak tampak.
c. Larutan developer
terdiri dari:
i. Bahan pelarut
(solvent).
Bahan yang dipergunakan
sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak mengandung mineral.
ii. Bahan pembangkit
(developing agent).
Bahan pembangkit adalah
bahan yang dapat mengubah perak halida menjadi perak metalik. Di dalam lembaran
film, bahan pembangkit ini akan bereaksi dengan memberikan elektron kepada
kristal perak bromida untuk menetralisir ion perak sehingga kristal perak
halida yang tadinya telah terkena penyinaran menjadi perak metalik berwarna
hitam, tanpa mempengaruhi kristal yang tidak terkena penyinaran. Bahan yang
biasa digunakan adalah jenis benzena (C6H6).
iii. Bahan pemercepat
(accelerator).
Bahan developer
membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi pada film mudah membengkak dan
mudah diterobos oleh bahan pembangkit (mudah diaktifkan). Bahan yang mengandung
alkali ini disebut bahan pemercepat yang biasanya terdapat pada bahan seperti
potasium karbonat (Na2CO3 / K2CO3) atau potasium hidroksida (NaOH / KOH) yang
mempunyai sifat dapat larut dalam air.
iv. Bahan penahan
(restrainer).
Fungsi bahan penahan
adalah untuk mengendalikan aksi reduksi bahan pembangkit terhadap kristal yang
tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut (fog) pada bayangan film. Bahan
yang sering digunakan adalah kalium bromida.
v. Bahan penangkal
(preservatif).
Bahan penangkal
berfungsi untuk mengontrol laju oksidasi bahan pembangkit. Bahan pembangkit
mudah teroksidasi karena mengabsorbsi oksigen dari udara. Namun bahan penangkal
ini tidak menghentikan sepenuhnya proses oksidasi, hanya mengurangi laju
oksidasi dan meminimalkan efek yang ditimbulkannya.
vi. Bahan-bahan
tambahan.
Selain dari bahan-bahan
dasar, cairan pembangkit mengandung pula bahan-bahan tambahan seperti bahan
penyangga (buffer) dan bahan pengeras (hardening agent). Fungsi dari bahan
penyangga adalah untuk mempertahankan pH cairan sehingga aktivitas cairan
pembangkit relatif konstan. Sedangkan fungsi dari bahan pengeras adalah untuk
mengeraskan emulsi film yang diproses.
2. Pembilasan (rinsing)
a. Sifat dasar
Merupakan tahap
selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu film dipindahkan dari tangki
cairan pembangkit, sejumlah cairan pembangkit akan terbawa pada permukaan film
dan juga di dalam emulsi filmnya. Cairan pembilas akan membersihkan film dari
larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam proses selanjutnya. Cairan
pembangkit yang tersisa masih memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun
film telah dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih
terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog)
sehingga foto hasil tidak memuaskan. Proses yang terjadi pada cairan pembilas
yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit dari
permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air. Pembilasan ini harus
dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik.
3. Penetapan (fixing)
a. Sifat dasar
Diperlukan untuk
menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen dengan menghilangkan perak
halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah gambaran perak metalik. Perak
halida dihilangkan dengan cara mengubahnya menjadi perak komplek. Senyawa
tersebut bersifat larut dalam air kemudian selanjutnya akan dihilangkan pada
tahap pencucian.
Tujuan dari tahap
penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh
cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada proses ini juga
diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan
dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.
b. Larutan fixer
terdiri dari:
a. Bahan penetap
(fixing agent).
Dipilih bahan yang
berfungsi mengubah perak halida. Bahan ini bersifat dapat bereaksi dengan perak
halida dan membentuk komponen perak yang larut dalam air, tidak merusak
gelatin, dan tidak memberikan efek terhadap bayangan perak metalik. Bahan yang
umum digunakan adalah natrium thiosulfat (Na2S2O3) yang dikenal dengan nama
hypo. Reaksi kimia yang terjadi pada film adalah sebagai berikut:
Na2S2O3 + AgBr = Na2Ag(S2O3)2) + NaBr
b. Bahan pemercepat
(accelerator).
Untuk menghindari kabut
dikroik dan timbulnya noda kecoklatan, biasanya digunakan asam yang sesuai.
Karena pembangkit memerlukan basa dalam menjalankan aksinya, maka tingkat
keasaman cairan penetap akan menghentikan aksinya. Asam kuat seperti asam
sulfat (H2SO4) akan merusak bahan penetap dan mengendapkan sulfur.
Maka bahan pengaktif
yang umumnya dipergunakan adalah asam lemah seperti asam asetat (CH3COOH). Akan
tetapi dengan penggunaan asam lemah ini masih terjadi pengendapan sulfur. Untuk
mengatasi hal ini maka dipergunakan bahan penangkal.
c. Bahan penangkal
(preservatif).
Untuk menghindari
adanya pengendapan sulfur maka pada cairan penetap ditambahkan bahan penangkal
yang akan melarutkan kembali sulfur tersebut. Bahan penangkal yang digunakan
adalah natrium sulfit, natrium metabisulfit, atau kalium metabisulfit.
d. Balian pengeras
(hardener).
Bahan ini digunakan
untuk mencegah pembengkakan emulsi film yang berlebihan. Pembengkakan emulsi
akan membuat perak bromida mudah terkelupas dan pengeringan film yang tidak
merata. Bahan yang digunakan biasanya adalah potassium alum
[K2SO4Al3(SO4)2H2O], aluminium sulfat [Al2(SO4) 3].
e. Bahan penyangga
(buffer).
Digunakan untuk
mempertahankan pH cairan agar dapat tetap terjaga pada nilai 4 - 5. Bahan yang
digunakan adalah pasangan antara asam asetat dengan natrium asetat, atau
pasangan natrium sulfit dengan natrium bisulfit.
f. Pelarut (solvent).
Pelarut yang umum
digunakan adalah air bersih.
4. Pencucian (washing)
Setelah film menjalani
proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan garam. Pencucian
bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut dalam air. Tahap ini
sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air yang digunakan selalu
dalam keadaan bersih.
5. Pengeringan (drying)
Merupakan tahap akhir
dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan air
yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi
yang tidak rusak, bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak.
Cara yang paling umum
digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga faktor
penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran
udara yang melewati emulsi.
Ø Aspek keselamatan dalam Pengaturan dan
pembatasan waktu penyinaran
a) Harus ada penunjukan tegangan tabung, arus
tabung dan waktu penyinaran yang dipilih; penunjukan jumlah muatan listrik
(mAs) dapat dipakai sebagai pengganti penunjukan arus tabung dan waktu penyinaran
secara terpisah.
b) Untuk pengatur penyinaran otomatis cukup ada
penunjukan tegangan tabung; untuk tegangan tabung dan arus tabung dengan nilai
tetap perlu ada penunjukan pada panel pengatur dan dijelaskan dalam dokumen
penyerta.
c) Jika pembangkit sinar-X ini juga dapat
digunakan untuk fluoroskopi, harus ada suatu cara untuk menjaga agar arus
tabung berada dalam + 25 % dari nilai yang ditetapkan sebelumnya.
d) Rangkaian penyinaran yang ditetapkan
sebelumnya harus diperlihatkan dengan jelas dalam sebuah tabel dalam dokumen
penyerta; faktor-faktor penyinaran ini hendaknya tersedia dekat atau pada panel
pangatur.
e) Sakelar penyinaran harus terpasang
sedemikian, sehingga dapat dijalankan dari tempat yang aman (2m dari susunan
tabung dan dari pasien).
a. di belakang bangunan pelindung atau
b. di dalam ruangan dengan menggunakan apron
pelindung dan jika perlu sarung tangan (untuk pengaturan khusus seperti
memegang film pada pasien anak kecil).
f) Untuk memperkecil radiasi pada pasien dan
radiasi hambur dalam kamar sinar-X ukuran berkas radiasi harus dibuat sekecil
mungkin sesuai dengan kebutuhan diagnostik dari pemeriksaan tersebut.
g) Waktu penyinaran biasanya sangat pendek
dengan maksud untuk memperkecil kemungkinan kaburnya bayangan akibat gerakan
bagian yang difoto.
h) Pesawat harus dilengkapi dengan peralatan
untuk membatasi berkas sinar guna (misalnya dengan diafragma berkas cahaya yang
dapat diatur dan kerucut yang dapat diganti-ganti).
i) Pesawat sinar-X harus memiliki sistem
diafragma atau kolimator pengatur berkas radiasi, sehingga apabila diafragma
tertutup rapat maka laju kebocoran radiasinya tidak melebihi batas yang
diizinkan.
2. Computer Radiography (CR)
Computed radiography
adalah proses merubah system analog pada radiografi konvensional menjadi
radiografi digital. Pada sistem Computed Radiography data analog dikonversi ke
dalam data digital pada saat tahap pembangkitan energi yang terperangkap di
dalam Imaging Plate dengan menggunakan laser, selanjutnya data digital berupa sinyal-sinyal
ditangkap oleh Photo Multiplier Tube (PMT ) kemudian cahaya tersebut digandakan
dan diperkuat intensitasnya setelah itu diubah menjadi sinyal elektrik yang
akan di konversi kedalam data digital oleh Analog Digital Converter (ADC).
Pada penggunaan
radiografi konvensional digunakan penggabung antara film radiografi dan screen,
akan tetapi pada Komputer radiografi menggunakan imaging plate. Walaupun
imaging plate secara fisik terlihat sama dengan screen konvensional tetapi
memiliki fungsi yang sangat jauh berbeda, karena pada imaging plate berfungsi
untuk menyimpan enersi sinar-x kedalam photo stimulable phosphordan
menyampaikan informasi gambar itu ke dalam bentuk data digital.
Ø Komponen-komponen yang terdapat pada CR
antara lain :
a) Kaset
Kaset pada Computed
Radiography terbuat dari carbon fiber dan bagian belakang terbuat dari
almunium, kaset ini berfungsi sebagaii pelindung dari Imaging Plate.
b) Imaging Plate
Merupakan komponen
utama pada sistem CR yang berfungsi menyimpan energi sinar x, imaging plate
terbuat dari bahan Photostimulabel phosphor. Dengan menggunakan Imaging Plate
memungkinkan proses gambar pada sistem komputer radiografi untuk melakukan
berbagai modifikasi.
Proses yang terjadi
pada Imaging Plate di mulai pada saat terkena penyinaran sinar-x , Imaging
Plate akan menangkap energi dari sinar x kemudian disimpan oleh bahan phosphor
yang akan dirubah menjadi data digital dengan Laser Scanner di dalam Image
Reader. Setelah Imaging Plate melalui proses scanning, gambaran akan di tampilkan
pada monitor komputer, sementara Imaging Plate masuk ke bagian data penghapusan
(erasure) untuk dibersihkan sehingga dapat digunakan kembali untuk pasien yang
lainnya.
Proses pembentukan
gambar yang terjadi pada imaging plate melalui beberapa tahapan :
1). Exposure
Imaging Plate
diletakkan didalam kaset, setelah itu kita lakukan eksposi dengan menggunakan
sinar -x. Sinar- x yang menembus obyek akan mengalami atenulasi sehingga enersi
dari sinar-x tersebut ditangkap oleh imaging plate dalam bentuk data digital.
2). Stimulate
Bayangan tersebut
kemudian distimulasi dengan Photo Stimulable Phosphor (PSP) yang fungsinya
untuk mengubah bayangan laten pada IP menjadi cahaya tampak.
3). Read (pembacaan)
Dengan menggunakan
Photo Multiplier, cahaya tampak tersebut di tangkap dan digandakan serta
diperkuat intensitasnya kemudian diubah menjadi sinyal elektrik. kemudian
sinyal-sinyal ini direkonstruksikan menjadi sebuah gambaran yang dapat dilihat
oleh layar monitor.
4). Erasure
(penghapusan)
Setelah proses
pembacaan selesai, data gambar pada imaging plate secara otomatis akan dihapus
oleh Intense Light sehingga imaging plate dapat digunakan kembali.
3. Digital Radiography (DR)
Komponen-komponen pada
Digital Radiography :
1) Modalities :
· DICOM
· Non-DICOM (Conventional)
2) Software :
· RIS (Radiology Information System)
· PACS (Picture Archiving &
Communication System)
3) Hardware :
· Server, Workstation & Printer
· Network
· Storage
Ø P A C S (Picture Archiving and Communications
System)
PACS memungkinkan
secara elektronik :
a) Menerima gambar dari peralatan medis secara
langsung
b) Mendistribusikan gambar tsb ke seluruh PC
c) Membaca gambar melalui layar komputer
(dengan berbagai fasilitas peng-editan)
d) Menyimpan gambar-gambar secara sistematis
e) Mengirimkan gambar kemana saja melalui
jaringan internet, telepon dsb.
Manfaat Digital
Radiography Bagi Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
a) Pelayanan Radiologi berstandar
internasional
b) Corporate image
c) Biaya operasional yang lebih rendah
d) Meningkatkan pelayanan kepada pasien
e) Customer satisfaction
f) Pengembangan menuju Tele-Radiography
g) Sebagai salah satu fasilitas penelitian /
riset
Contoh Ukuran File
DRMODALITIES RESOLUTION FILE SIZE
Digital Radiography (
GE ) 2022 x 2022 8 MB
Digital Radiography (
Canon, Agfa ) 2688 x 2688 14,4 MB
Digital Radiography (
Phillips, Siemens ) 3000 x 3000 18 MB
No. 2
1. Persamaan
a. Teknik radiografi konvensional dan digital
dapat digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar yang berhubungan
dengan penyakit periodontal. Kehilangan tulang alveolar dapat disebabkan oleh
adanya proses inflamasi, trauma dan penyakit sistemik. Disamping itu, proses
kehilangan tulang alveolar memiliki pola yang dapat dilihat pada gambaran
radiografi.
b.
2. Perbedaan
a. Pada proses radiography konvensional :
1) Harus menunggu beberapa waktu untuk
pencetakan film
2) Harus menunggu lagi untuk mengirimkan film
kepada dokter radiologi
3) Harus menunggu lagi untuk mengirim hasil
analisa (expertise) kepada dokter perujuk
4) Waktu tunggu menjadi lebih lama apabila
dokter radiologi tidak sedang berpraktek
5) Dalam situasi darurat, tidak dapat langsung
membaca film
6) Film tidak selalu berada di dalam ruang
arsip
7) Biaya yang cukup besar untuk pembuatan film,
bahan kimia, jasa pengiriman, ruang penyimpanan dsb.
8) Adanya limbah B3 yang membutuhkan penanganan
khusus
b. Pada proses Digital Radiograhy :
1) Diagnosa tepat melalui gambar digital
2) Efisiensi waktu untuk mendistribusikan
gambar
3) Mengurangi biaya-biaya pencetakan gambar
4) Arsip digital, menghilangkan ruangan
penyimpanan film dan memudahkan pencarian gambar
5) Mengurangi resiko kehilangan film (dengan adanya
backup)
6) Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga
mengurangi tingkat polusi
7) Lebih ramah lingkungan
8) Awet, kwalitas gambar digital tidak menurun
dari waktu ke waktu
9) Konsisten, dapat diperbanyak sesuka hati
tanpa menurunkan kwalitasnya
10) Fleksibel, dapat
dimanipulasi tanpa merubah aslinya, seperti diperbesar, dipotong, diwarnai dsb.
11) Dapat dihubungkan dengan data-data text
12) Dapat disimpan dan
dikirim secara elektronik melalui jaringan internet, telepon dsb.